Bola.net - Kamis (19/12/2019) dini hari WIB, Camp Nou, Barcelona dan Real Madrid mengingatkan kembali bahwa El Clasico tidak selalu banjir gol, tidak selalu penuh kontroversi. El Clasico juga bisa berakhir 0-0, meski permainan kedua tim terbilang impresif.
El Clasico kali ini masih komplet. Ada kritik politik, duel-duel keras di lapangan, hujan kartu kuning, dan adu taktik dua pelatih genius. Hanya gol yang kurang, yang justru menjelaskan bagaimana perubahan El Clasico dari masa ke masa.
Dahulu, El Clasico benar-benar panas. Ketika Madrid masih ditangani Jose Mourinho, pertandingan itu hampir pasti dilengkapi kartu merah. Rivalitas kedua tim benar-benar tinggi.
Sayangnya, sekarang rivalitas macam itu sudah luntur. Apa yang terjadi pada kedua tim? Mengutip Fourfourtwo, baca selengkapnya di bawah ini ya, Bolaneters!
Pertandingan kali ini jelas menghibur, meski pada akhirnya tidak ada gol yang tercipta. Seandainya Ferland Mendy tidak offside dan gol Gareth Bale disahkan, cerita seusai pertandingan bakal lebih seru.
Namun, jelas ada yang kurang El Clasico ini, dan mungkin beberapa duel sebelumnya. Bukan kurang pemain top, bukan kurang kualitas. Lalu, apa yang hilang?
Dahulu, El Clasico pernah benar-benar intens. Sebut saja momen 16 April 2011 sampai 3 Mei 2011, kala itu Barca dan Madrid harus bertanding empat kali hanya dalam 21 hari.
Pekan-pekan itu jelas melelahkan. Media benar-benar membakar momen, Mourinho dan Guardiola perang saraf hampir setiap hari, para pemain pun ikut melempar komentar.
Kala itu, El Clasico tidak hanya soal sepak bola di lapangan, ada hasrat dan harga diri yang dipertaruhkan. Trofi dan poin memang penting, tapi ada reputasi yang dipertaruhkan.
Sepak bola seharusnya seperti itu. Rivalitas Madrid-Barca kian sengit karena sosok yang duduk di kursi pelatih kedua tim: Mourinho dan Guardiola.
Dua pelatih hebat ini sungguh berbeda, bertolak belakang, rasanya nyaris mustahil menyukai salah satu tanpa membenci yang satunya. Bagaimanapun Anda harus memilih, sebab filosofi keduanya sungguh berbeda.
Tidak hanya pelatih, para pemain pun bertolak belakang. Madrid kerap dihuni pemain-pemain berani, 'rock and roll', sementara Barca selalu mengandalkan pemain-pemain yang tampak sempurna, 'jazzy'.
Sebut saja Sergio Ramos, Cristiano Ronaldo, Pepe disatu sisi. Lionel Messi, Andres Iniesta, dan Xavi Hernandes. Dua kubu ini benar-benar bertolak belakang, setidaknya menurut persona yang mereka tampilkan di lapangan.
Jadi, ya, tidak sembarang pemain yang bisa membela Real Madrid atau Barcelona. Pemain-pemain itu harus bisa 'menjadi' pemain yang layak untuk Madrid atau Barca.
Itu bukan permintaan mudah, ada nilai-nilai klub yang harus mereka pahami, ada harga diri klub yang harus mereka pikul. Karena itulah dahulu El Clasico pernah begitu sengit, sebab kedua kubu benar-benar melawan satu sama lain.
Sekarang, El Clasico tidak lagi seperti itu - setidaknya beberapa tahun terakhir. Kedua pemain 'terlalu menghargai' satu sama lain, respek mereka mengalahkan rivalitas.
Respek boleh-boleh saja, tapi sikap ini justru menghapus identitas kedua tim. Itulah yang hilang dari rivalitas El Clasico sekarang: identitas.
Sumber: Fourfourtwo
"bola" - Google Berita
December 20, 2019
https://ift.tt/36Q2JTw
Mengapa El Clasico Sekarang Tak Sepanas Dahulu? Apa yang Hilang? - Bola.net
"bola" - Google Berita
https://ift.tt/31nZHnd
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mengapa El Clasico Sekarang Tak Sepanas Dahulu? Apa yang Hilang? - Bola.net"
Post a Comment